Jumat, 29 April 2011

Sepenggal Ceritaku di Kota Cirebon....



Hawa panas menyengat, saat kaki ini menjajaki Kota Cirebon.
Buat apa mengeluh?
Inilah Indonesia, sebuah negeri di tengah garis khatulistiwa. Meski hawa Cirebon memanggang, namun, di sini ada kenangan yang luar biasa.
Dari nikmatnya kuliner sampai keramatnya salah satu tempat wisata yang ada di Kota Wali ini


Bulan Juli 2010, tepatnya tanggal 12 pk 12.00 Wib tahun yang lalu, aku tiba di Hotel Zamrud, jl. Dr. Wahidin Cirebon. Hanya dengan berkendara bis selama 6 jam dari Yogyakarta, kita sudah bisa menginjakkan kaki di Kota Cirebon.
Mengawali langkahku di kota yang cukup panas ini, dan disela-sela Kuliah Kerja Lapangan (KKL) selama 5 (lima) hari, ada beberapa objek wisata yang aku kunjungi. Mall Grage, Pasar Pagi serta jalanan Kota Cirebon dengan berbagai macam kulinernya. Dan salah satu tempat yang dikeramatkan bagi warga Cirebon, Makam Sunan Gunung Jati.
Nah, ikuti sepenggal ceritaku tentang Kota Cirebon ini, Yuukkkk….??????

Cirebon, sebuah kota di Provinsi Jawa Barat. Kota ini berada di pesisir Laut Jawa, di jalur pantura. Kota kecil yang memiliki keunikan warna di dalam kebudayaan, tempat wisata, kesenian, dan juga bangunan-bangunan bersejarah tempo dulu.
Cirebon juga disebut dengan nama 'Kota Udang'. Sebagai daerah pertemuan budaya Jawa dan Sunda sejak beberapa abad silam, masyarakat Cirebon biasa menggunakan dua bahasa, bahasa Sunda dan Jawa.

Mall Grage Cirebon
Bertempat di Jalan Tentara Pelajar No 1 Cirebon. Grage Mall merupakan sebuah pusat perbelanjaan besar dengan konsep modern. akses yang mudah karena berada di pusat Kota Cirebon. Di dalamnya terdapat Food Court, Timezone, Gramedia, Matahari, Bioskop Grage 21 yang menampilkan film - film terbaru baik itu dalam negeri ataupun luar negeri.
Sungguh pilihan hotel yang tepat sehingga bisa mengunjungi mall ini hanya dengan naik becak ataupun jalan kaki sambil menikmati indahnya malam. Di depan mall terlihat tempat berkumpul anak2 muda dengan berbagai even, seperti panggung musik. Selain itu, diwarnai pula penjual makanan dan minuman khas kota Cirebon. Nasi Jamblang dan Nasi Lengko menjadi pilihan makan malamku.

Giant Hypermarket
Ketika selesai mengumpulkan data sebagai bahan laporan KKL, aku bersama temen-teman berkunjung di Giant Hypermarket yang berada tepat di depan kantor Dinas Informatika dan Komunikasi, instansi tempat kami KKL.
Terletak di jalan By pass Kota Cirebon. Pusat perbelanjaan yang berada di sekitar area Stadion Bima, Kota Cirebon ini menyediakan berbagai macam kebutuhan sehari - hari warga Cirebon. Letaknya yang sangat strategis menjadikan Giant Hypermarket cirebon menjadi salah satu tujuan belanja warga favorit warga Cirebon dan sekitarnya.

Pasar Pagi Cirebon, (PGC)
Bertempat di pasar pagi Kota Cirebon. Pusat grosir cirebon (PGC) adalah pusat perbelanjaan favorit Cirebon untuk berbelanja baju dan elektronik handphone. Setiap hari terutama pada hari - hari sabtu dan minggu serta hari - hari menjelang hari raya, PGC laris manis diserbu para pecinta fashion warga Cirebon dan sekitarnya. Lokasinya yang strategis dan harganya yang murah menjadikan PGC sebagai pusat perbelanjaan yang wajib dikunjungi para pelancong dari luar kota.
Sementara itu, jika anda ingin menikmati makanan khas Cirebon, berkunjunglah ke pasar ini, disini pusatnya. Mulai dari sirup buah lawas merk Tjampolay, kerupuk melarat, aneka olahan udang, terasi khas, tape ketan dll, semua tersedia dengan harga yang terjangkau. Tjampolay dibuat secara home industry dan tidak memakai bahan kimia, rasanya lebih manis dan wangi.
Disinilah kuborong semua oleh2 dan yang mesti wajib dibeli adalah tape ketannya yang sangat nikmat kesukaan suami, tersedia juga berbagai ukuran berupa ember dari yang kecil sampai ember besar isi 5 liter air.

Dalam suatu perjalanan, tentu kita tidk akan terlepas dari makan. Nah ada beberapa makanan khas Cirebon yang sempat ku cicipi.

NASI JAMBLANG
Nasi ini bisa dibilang salah satu ikon kuliner Kota Cirebon, berlokasi di depan Grage Mall. Kekhasan nasi ini karena dibungkus daun jati untuk menjaganya awet dan gurih, meskipun disimpan dalam waktu yang lama. Daun jatinyapun diambil yang masih muda. Dinamakan Nasi jamblang karena penjualnya berasal dari Daerah jamblang.
Cara menyantap nasi cukup simpel, tinggal meminta berapa jumlah nasinya dan bebas memilih lauk yang disediakan secara prasmanan. Jenis lauknya bervariasi seperti sambal goreng, tempe gorang, paru goreng, sate puyuh, sate kentang, sate udang, tahu sayur, perkedel, telur dadar, telur goreng, telur sambal, cumi, semur daging, semur ikan, sambal goreng kerang, dan berbagai jenis pepes. Harganya bervariasi, tergantung jenis lauk pauk yang dipilih. Karena keenakan dan keunikannya itulah warung-warung di depan Grage mall ini selalu ramai dengan pengunjung.

Pecel ala Cirebon
Nasi lengko sebenarnya mirip dengan nasi pecel. Isinya berupa nasi yang di atasnya diberi irisan kecil timun, taoge, daun bawang, irisan tempe, dan tahu. Kemudian disiram dengan bumbu kacang yang lumayan pedas beserta taburan bawang goreng dan irisan daun kucai sebagai pelengkap.
Rasanya kurang lengkap bila menikmati nasi lengko ini tanpa sate kambing. Untuk itulah disediakan sate kambing yang begitu empuk dan tanpa bau prengus kambing. Rahasia daging yang begitu empuk tersebut adalah karena yang dipilih adalah kambing muda berusia satu tahun.

Kelezatan nasi lengko sebenarnya ditentukan oleh rasa pedas sambalnya. Namun bagi yang tidak suka pedas, jangan khawatir. Tuang kecap di atas sambal sesuai selera. Rasa kecap manis bercampur sambal dijamin lezat di lidah. Lebih afdol lagi bila disantap bersama kerupuk.
Di Cirebon, nasi lengko bisa dengan mudah ditemukan. Rata-rata berada di warung sederhana, tapi tak jarang juga dijajakan di kaki lima. Warung-warung itu tidak melulu di pusat keramaian, tapi di tempat biasa seperti kompleks perumahan warga juga turut menawarkan nasi lengko. Satu porsi nasi lengko dijual murah meriah. Berkisar Rp 5.000-Rp 7.000 per piring.

EMPAL GENTONG
Meski namanya empal, sebetulnya lebih mirip soto daging atau jeroan sapi. Masakan khas Cirebon ini bisa ditemukan di warung pinggiran jalan. Umumnya mereka sudah berjualan empal sejak tahun 1948 secara berkeliling di kota Cirebon.
Sesuai dengan namanya, daging dan jeroan ini dimasak di dalam gentong dari tanah liat selama lebih dari 10 jam. Yang dimasak juga tidak terbatas hanya daging, tetapi juga jeroan seperti limpa, paru, hati, usus, babat, bahkan kepala sapi pun masuk.
Namun, dari sekian banyak panganan itu, biasanya yang paling sering dicari orang adalah kerupuk melarat. Kerupuk ini biasanya berwarna kuning, merah, atau hijau. Terbuat dari tepung tapioka. Rasanya manis-manis asin. Disebut melarat, karena digoreng di atas pasir. Ini banyak ditemui di lokasi wisata Makam Gunung Jati.

Setelah berbelanja dan menikmati jajanan serta makanan khas Kota Cirebon yang cukup panas ini, pada hari terakhir tak lengkap rasanya berkunjung ke Cirebon tanpa berziarah ke makam Sunan Gunung Jati. Makam yang terletak di Gunung Sembung hanya 3 kilometer di sebelah utara Kota Cirebon. Tempat ini terkenal unik karena menggambarkan tiga wajah dari tiga kultur berbeda. Saya beserta rombongan mengunjungi salah satu makam dari Wali Songo (Sembilan Wali). Yaitu Komplek Pemakaman Sunan Gunung Jati.

Makam Sunan Gunung Jati
Sebagai makam ulama besar, kompleks makam Gunung Jati di Desa Astana, Kecamatan Gunungjati, Kabupaten Cirebon, selalu dibanjiri peziarah. Pada hari-hari khusus, kompleks makam tersebut menjadi pusat kegiatan agama dan budaya. Keluarga Sultan Kanoman selalu hadir untuk shalat Idhul Adha di masjid kompleks makam dalam rangkaian grebeg besar.
Dibandingkan dengan makam Wali Sanga yang lain, makam Sunan Gunung Jati juga tergolong unik. Sebab, hanya di situlah terlihat akulturasi kebudayaan, baik dari sisi fisik maupun sosial.
Memasuki kompleks pemakaman anda akan melihat Balemangu Majapahit yang berbentuk bale-bale berundak yang merupakan hadiah dari Demak sewaktu perkawinan Sunan Gunung Djati dengan Nyi Mas Tepasari, putri dari Ki Ageng Tepasan, salah seorang pembesar Majapahit. Para peziarah di Makam Sunan Gunung Jati hanya diperkenankan sampai dibatas pintu serambi muka yang pada waktu-waktu tertentu dibuka dan dijaga selama beberapa menit kalau-kalau ada yang ingin menerobos masuk. Dari pintu yang diberi nama Selamat Tangkep itu terlihat puluhan anak tangga menuju Makam Sunan Gunung Jati.

Para peziarah umum diharuskan masuk melalui gapura sebelah Timur dan langsung masuk pintu serambi muka untuk berpamit kepada salah seorang Juru Kunci yang bertugas. Setelah diijinkan maka peziarah umum dapat menuju ke pintu barat yaitu ruang depan Pintu Pasujudan.
Yang sangat disayangkan adalah banyaknya penduduk setempat yang meminta donasi tidak resmi kepada pengunjung atau peziarah yang datang ke makam. Dari mereka yang meminta dengan suka rela sampai dengan mereka yang menggebrak meja tempat diletakkannya kotak donasi untuk menakut-nakuti pengunjung apabila mereka menolak untuk membayar. Yang meminta donasi tidak hanya orang dewasa, melainkan anak-anak balita sampai kaum tua renta juga setia mengikuti bahkan ada yang sambil menarik-narik baju pengunjung. Macam-macam alasan yang digunakan, dari donasi untuk pemeliharaan makam sampai sumbangan sebagai ‘pembuka pintu’. Kalau anda datang bersama dengan rombongan peziarah, bersiaplah menghadapi puluhan peminta sumbangan yang sudah berbaris panjang dari parkiran anda masuk sampai ke pintu gerbang peziarah.
Sangat mengesalkan sebetulnya. Pemandu memberitahu agar kami ‘jangan memulai’ memberikan donasi setiap kali diminta karena hanya akan membuat peminta donasi lain akan memburu. Walaupun kami sudah berusaha membatasi jumlah donasi yang kami keluarkan dengan terus menerus mengatakan “tidak” tetap saja kami harus merogoh kantong beberapa kali.
Upaya menertibkan konon sudah pernah ada. Sultan pernah memerintahkan mereka untuk berhenti meminta donasi tidak resmi tersebut, namun seminggu-dua minggu kemudian timbul kembali.
Alangkah baiknya apabila pihak Kraton yang berwenang atau pemerintah daerah mulai memikirkan cara untuk menertibkan mereka karena bisa jadi akan merusak citra tempat pemakaman Sunan Gunung Jati ini dan umat muslim pada umumnya.
Aktivitas meminta-minta dengan paksa yang dilakukan kaum dewasa dan orang tua akan memberikan contoh tidak baik bagi anak kecil warga sekitar. Tak heran apabila mereka nantinya juga menjadi peminta-minta. Walaupun Sunan Gunung Jati pernah bertutur “Ingsun titip tajug lan fakir-miskin” yang artinya “Aku titipkan masjid/musholla dan fakir miskin” tetapi saya yakin bukan seperti inilah perwujudannya.
Di obyek wisata ini juga terdapat banyak penjual buah tangan, mulai dari bunga, kemenyan, tasbih kayu, foto-foto Sunan Gunungjati, juga berbagai makanan khas Cirebon sejenis manisan dan baju koko bertuliskan Obyek Wisata sunan Gunung Jati.
Nah pembaca yang budiman, jika Anda melintas di kota Cirebon, tidak ada salahnya Anda mampir sejenak dan berwisata serta belanja oleh-oleh khas Cirebon. Selamat berkunjung ke Cirebon. 

1 komentar: